September 2010, saya berangkat ke suatu lokasi, tepatnya di Desa Panton, Kecamatan Nisam, Aceh. Di situlah saya mulai menggarap lahan budi daya tanaman kakao. Walaupun sering jatuh bangun dalam usaha budi daya kakao, itu tidak menjadi penghalang bagi semangat saya. Saya terus mencoba meningkatkan usaha budi daya yang saya tekuni, sehingga mendapatkan perhatian dari BPP setempat. Kemudian, dilanjutkan dengan pembinaan oleh Dinas Perkebunan, Peternakan, dan Kesehatan Hewan Kabupaten Aceh Utara. Sejak itu, saya menjadi seorang petani kakao.
Berkembang menjadi mahir dalam kegiatan memangkas tanaman kakao, saya sering mendapat panggilan untuk melakukan pemangkasan di kebun petani lainnya, dan dibiayai dengan dana pribadi. Seiring berjalannya waktu dan pemberdayaan yang terus berlanjut oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh, saya mulai digunakan untuk mengajar Pola Pendampingan Kakao Aceh Utara.
Kemudian, saya mulai dikenal oleh Perusahaan NGO Swiss Contact. Di perusahaan tersebut, saya menjadi staf di bidang teknis budi daya tanaman kakao yang baik dan benar. Menggunakan sistem pengajaran GAP (Good Agriculture Practice), saya mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Indonesia, atau yang dikenal sebagai Dewan Kakao Indonesia, sebagai pejuang kakao Nanggroe Aceh Darussalam.
Setelah mendapatkan penghargaan tersebut, saya merasa sudah mumpuni untuk melebarkan usaha di bidang pengolahan biji kakao. Dimulai dengan memfermentasi biji yang hasilnya dikirim ke Bali untuk diolah menjadi bubuk cokelat, bahan kosmetik, sabun, bahan es krim, dan lain-lain. Usaha tersebut telah saya tekuni sejak Januari 2023, dan sejak saat itu, saya aktif memulai usaha pengolahan cokelat yang diberi nama Alam Cokelat.
Dengan segala keterbatasan dalam merintis suatu usaha, saya tetap memperjuangkan usaha dengan semangat yang penuh antusias dan tegar. Harapannya, suatu saat usaha yang saya tekuni hari ini terus maju dan berkembang, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja untuk warga sekitar, terutama bagi generasi muda.